Pekanbaru pernah
punya kereta api. Ini fakta, walau mungkin terlupakan. Tetapi proyek
pembangunan jalur kereta api ternyata berjalan sangat buruk. Banyak para
pekerja yang menjadi korban kekejaman Jepang, puluhan ribu nyawa
melayang.
"Orang tua saya, Majan (almarhum) pernah bekerja rodi di angkutan gerbong kereta api untuk pengangkutan penambangan emas dan batubara dikala zaman Belanda dan Jepang, lokasinya di Pekanbaru," kata Kamal (55) yang kini bertugas sebagai Kepala Tata Usaha (KTU) disalah satu perguruan SMP di Pekanbaru.
Dalam bincang-bincangnya dengan formatnews.com, Selasa (6/9) tadi Kamal kembali menceritakan, 68 tahun yang lalu, di tahun 1943 Jepang mulai membangun jalur kereta api di Pekanbaru (Riau) menuju Muaro (sumatera barat).
"Berawal dari rencana Belanda pada tahun 1920 yang ingin membangun jalur kereta api Pekanbaru – Muaro. Dipinggiran sungai Siak waktu itu sebagai jalur akhir untuk pengangkutan tambang emas yang selanjutnya dibawa jalur kapal laut. Sedangkan bukti lain, di Pekanbaru ada sebuah jalan dinamakan jalan Kereta Api," ujarnya.
Menurutnya, adapun sekarang di Pekanbaru jalan Kereta Api, waktu itu jalur jalan itu masih setapak, merupakan jalurnya pembangunan rel kereta api buatan masa penjajahan Jepang di Pekabaru.
"Namun karena medan yang sulit sehingga belum terlaksana sampai pecahnya Perang Dunia II. Jepang yang mengetahui rencara tersebut merealisasikannya dengan pertimbangan pada saat itu, banyak kapal-kapal jepang yang berhasil ditenggelamkan oleh kapal selam sekutu," urainya.
Dia menyayangkan, masa kepemimpinan HM Rusli Zainal SE MP, Gubernur Riau, mengapa tidak segera dilanjutkan kembali pembangunan rel kereta api, "padahal jika jalur rel kereta api bisa dibangun, tentunya bisa membantu pengangkutan hasil bumi seperti TBS dan CPO," harap Kamal.
Dahulunya, kata H Hangtemong selaku Ketua Pembina Jaringan Komunikasi Organisasi Melayu Riau (JKOMR) ada rencana dengan jalur kereta ini, jepang ingin menghubungkan antara Samudera Hindia dan Selat Malaka, sehingga pengangkutan logistik dan tentara melalui laut dapat diminimalisir.
"Selain itu, Jepang perlu angkutan yang efektif dan efisien untuk mengangkut batubara dari ombilin ke Pekanbaru untuk selanjutnya di bawa ke Singapura," terangnya.
Katanya, sekarang puing-puing adanya rel kereta api maupun lokomotifnya dijadikan sebuah museum sederhana di jalan Imam Munandar, Simpang Tiga, "disitu ada sebuah Lokomotif Kereta api C3322, yang berdiri di komplek pemakaman dan Monumen Pahlawan kerja. Relief terukir di salah satu sisi dindingnya menggambarkan kekejaman jepang terhadap para pekerja. Ini menjadi saksi sejarah kalau Pekanbaru pernah ada dibangun jalur kereta api," ungkpanya.
Dalam ceritanya, Hangtemong juga mengatakan pengalaman Jepang dalam proyek Death Railways Burma-Siam yang dapat selesai dalam 18 bulan membuat jepang optimis atas pembangunan serupa di Pekanbaru.
Tenaga kerja yang digunakan oleh jepang berasal dari tenaga kerja Romusha yang didatangkan dari tanah jawa dan daerah lainya serta para tawanan perang sekutu.
"Mereka mengerjakan pembangunan jalur ini dengan peralatan yang sederhana. Semua dikerjakan dengan tenaga manusia semata. Dengan perlakuan yang tidak manusiawi, banyak para pekerja yang menjadi korban kekejaman Jepang. Puluan ribu nyawa melayang," ujarnya.
Hangtemong mengaku pernah membaca sebuah buku berjudul “Eindstation Pekan Baru 1944-1945-Dodenspoorweg door het Oerwoud” yang ditulis oleh Henk Hovinga menyebutkan bahwa “mereka itu telah dipaksa bekerja dalam suatu neraka hijau, penuh ular, lintah dan harimau, lebih buruk lagi miliaran nyamuk malaria, di bawah pengawasan kejam orang-orang Jepang".
Menurutnya, proyek pembangunan jalur kereta api ternyata berjalan sangat buruk. Perlu diketahui bahwa banyak jalur rel yang terpotong oleh sungai sehingga perlu dibangun jembatan. Dan parahnya, sebagian besar jembatan dibuat dari kayu sehingga mengurangi kekuatan atas beban dan daya tahan usianya, "tiang penyangga jembatan tidak berumur panjang karena berupa balok kayu yang senantiasa terendam air sungai," ceritanya.
Katanya, masa itu banyaknya korban jiwa yang berjatuhan dalam proyek pembangunan jalur kereta api ini tak sebanding dengan hasilnya. Karena setelah jadi, ternyata jalur ini hanya digunakan antara Mei 1945 – Agustus 1945 untuk pengangkutan batu bara.
"Setelah itu jepang dipaksa angkat kaki oleh Sekutu dengan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Dan lebih ironis lagi, The Death Railways Pekanbaru-Muaro inipun terlantar, puluhan ribu korban yang berjatuhan tak mendapat tempat dalam ingatan, bahkan hilang dari sejarah bangsa ini," kenangnya.
Terkait soal rel kereta api ini, kabarnya HM Rusli Zainal, Gubernur Riau telah menggembar-gemborkan akan membangunnya, melalui program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pemprov Riau telah berencana membangun akses jalan rel kereta api ini dari Pekanbaru ke Dumai.
"Katanya sudah dilakukan study kelayakan dan titik penempatan rel, tapi nyatanya hinga kini belum ada tanda-tanda adanya pembangunan itu," kata Rison Idham, Ketua Ikatan Perupa Muda Riau (IPMR) membenarkan.
Usaha pemprov Riau ini, dinilainya cukup bagus. "Setidaknya diharapkan nantinya Dumai akan menjadi pintu gerbang investasi dan pembangunan perekonomian di Riau. Jelas dengan adanya pembangunan akses kereta api barang ke Dumai sebagai pusat Kawasan Ekonomi Khusus akan membantu UKM-UKM dan investor," urainya.
Menurutnya, keberadaan akses jalan rel kereta api nantinya tentu
difokuskan pada angkutan barang, diharapkan produksi warga dapat didistribusikan ke KEK, ulasnya. (surya dharma)
"Orang tua saya, Majan (almarhum) pernah bekerja rodi di angkutan gerbong kereta api untuk pengangkutan penambangan emas dan batubara dikala zaman Belanda dan Jepang, lokasinya di Pekanbaru," kata Kamal (55) yang kini bertugas sebagai Kepala Tata Usaha (KTU) disalah satu perguruan SMP di Pekanbaru.
Dalam bincang-bincangnya dengan formatnews.com, Selasa (6/9) tadi Kamal kembali menceritakan, 68 tahun yang lalu, di tahun 1943 Jepang mulai membangun jalur kereta api di Pekanbaru (Riau) menuju Muaro (sumatera barat).
"Berawal dari rencana Belanda pada tahun 1920 yang ingin membangun jalur kereta api Pekanbaru – Muaro. Dipinggiran sungai Siak waktu itu sebagai jalur akhir untuk pengangkutan tambang emas yang selanjutnya dibawa jalur kapal laut. Sedangkan bukti lain, di Pekanbaru ada sebuah jalan dinamakan jalan Kereta Api," ujarnya.
Menurutnya, adapun sekarang di Pekanbaru jalan Kereta Api, waktu itu jalur jalan itu masih setapak, merupakan jalurnya pembangunan rel kereta api buatan masa penjajahan Jepang di Pekabaru.
"Namun karena medan yang sulit sehingga belum terlaksana sampai pecahnya Perang Dunia II. Jepang yang mengetahui rencara tersebut merealisasikannya dengan pertimbangan pada saat itu, banyak kapal-kapal jepang yang berhasil ditenggelamkan oleh kapal selam sekutu," urainya.
Dia menyayangkan, masa kepemimpinan HM Rusli Zainal SE MP, Gubernur Riau, mengapa tidak segera dilanjutkan kembali pembangunan rel kereta api, "padahal jika jalur rel kereta api bisa dibangun, tentunya bisa membantu pengangkutan hasil bumi seperti TBS dan CPO," harap Kamal.
Dahulunya, kata H Hangtemong selaku Ketua Pembina Jaringan Komunikasi Organisasi Melayu Riau (JKOMR) ada rencana dengan jalur kereta ini, jepang ingin menghubungkan antara Samudera Hindia dan Selat Malaka, sehingga pengangkutan logistik dan tentara melalui laut dapat diminimalisir.
"Selain itu, Jepang perlu angkutan yang efektif dan efisien untuk mengangkut batubara dari ombilin ke Pekanbaru untuk selanjutnya di bawa ke Singapura," terangnya.
Katanya, sekarang puing-puing adanya rel kereta api maupun lokomotifnya dijadikan sebuah museum sederhana di jalan Imam Munandar, Simpang Tiga, "disitu ada sebuah Lokomotif Kereta api C3322, yang berdiri di komplek pemakaman dan Monumen Pahlawan kerja. Relief terukir di salah satu sisi dindingnya menggambarkan kekejaman jepang terhadap para pekerja. Ini menjadi saksi sejarah kalau Pekanbaru pernah ada dibangun jalur kereta api," ungkpanya.
Dalam ceritanya, Hangtemong juga mengatakan pengalaman Jepang dalam proyek Death Railways Burma-Siam yang dapat selesai dalam 18 bulan membuat jepang optimis atas pembangunan serupa di Pekanbaru.
Tenaga kerja yang digunakan oleh jepang berasal dari tenaga kerja Romusha yang didatangkan dari tanah jawa dan daerah lainya serta para tawanan perang sekutu.
"Mereka mengerjakan pembangunan jalur ini dengan peralatan yang sederhana. Semua dikerjakan dengan tenaga manusia semata. Dengan perlakuan yang tidak manusiawi, banyak para pekerja yang menjadi korban kekejaman Jepang. Puluan ribu nyawa melayang," ujarnya.
Hangtemong mengaku pernah membaca sebuah buku berjudul “Eindstation Pekan Baru 1944-1945-Dodenspoorweg door het Oerwoud” yang ditulis oleh Henk Hovinga menyebutkan bahwa “mereka itu telah dipaksa bekerja dalam suatu neraka hijau, penuh ular, lintah dan harimau, lebih buruk lagi miliaran nyamuk malaria, di bawah pengawasan kejam orang-orang Jepang".
Menurutnya, proyek pembangunan jalur kereta api ternyata berjalan sangat buruk. Perlu diketahui bahwa banyak jalur rel yang terpotong oleh sungai sehingga perlu dibangun jembatan. Dan parahnya, sebagian besar jembatan dibuat dari kayu sehingga mengurangi kekuatan atas beban dan daya tahan usianya, "tiang penyangga jembatan tidak berumur panjang karena berupa balok kayu yang senantiasa terendam air sungai," ceritanya.
Katanya, masa itu banyaknya korban jiwa yang berjatuhan dalam proyek pembangunan jalur kereta api ini tak sebanding dengan hasilnya. Karena setelah jadi, ternyata jalur ini hanya digunakan antara Mei 1945 – Agustus 1945 untuk pengangkutan batu bara.
"Setelah itu jepang dipaksa angkat kaki oleh Sekutu dengan dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Dan lebih ironis lagi, The Death Railways Pekanbaru-Muaro inipun terlantar, puluhan ribu korban yang berjatuhan tak mendapat tempat dalam ingatan, bahkan hilang dari sejarah bangsa ini," kenangnya.
Terkait soal rel kereta api ini, kabarnya HM Rusli Zainal, Gubernur Riau telah menggembar-gemborkan akan membangunnya, melalui program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pemprov Riau telah berencana membangun akses jalan rel kereta api ini dari Pekanbaru ke Dumai.
"Katanya sudah dilakukan study kelayakan dan titik penempatan rel, tapi nyatanya hinga kini belum ada tanda-tanda adanya pembangunan itu," kata Rison Idham, Ketua Ikatan Perupa Muda Riau (IPMR) membenarkan.
Usaha pemprov Riau ini, dinilainya cukup bagus. "Setidaknya diharapkan nantinya Dumai akan menjadi pintu gerbang investasi dan pembangunan perekonomian di Riau. Jelas dengan adanya pembangunan akses kereta api barang ke Dumai sebagai pusat Kawasan Ekonomi Khusus akan membantu UKM-UKM dan investor," urainya.
Menurutnya, keberadaan akses jalan rel kereta api nantinya tentu
difokuskan pada angkutan barang, diharapkan produksi warga dapat didistribusikan ke KEK, ulasnya. (surya dharma)
*sumber*
Wuihhh....
BalasHapusSerem gann!!