“Naik kereta api… tut… tut… tut…
Siapa hendak turut Ke Bandung… Surabaya… Bolehlah naik dengan percuma…
Ayo kawanku lekas naik keretaku tak berhenti lama..”
Semoga masih banyak yang ingat dengan lagu di atas. Perkeretaapian Indonesia memiliki sejarah panjang yang mana kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan dibangunnya
jalan rel sepanjang 26 km pada lintas Kemijen - Temanggung oleh
Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) yang pencangkulan
pertamanya dilakukan oleh Gubernur Jenderal Belanda L.A.J. Baron Sloet
Van De Beele pada 17 Juni 1864. Dalam perkembangan selanjutnya, kereta
api memiliki peran yang sangat besar pada masa perjuangan kemerdekaan
khususnya dalam mendistribusikan logistik keperluan perjuangan dan
mobilisasi prajurit. Selain itu, hijrahnya pemerintahan RI dari Jakarta
ke Yogyakarta pada tahun 1946 pun tidak lepas dari peran kereta api.(selengkapnya: http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_kereta_api_Indonesia)
“Mengapa
diberi nama kereta api Ayah? Apakah kereta itu terbuat dari api?” Tanya
anak saya pada suatu malam sepulang dari pengajian di mushola di ujung
gang.
“Bukan terbuat dari api Nak, tapi dari besi.”
“Kenapa tidak diberi nama kereta besi saja Ayah?”
“Tak tahulah Nak.”
“Ayah, apakah kereta itu membawa api sehingga diberi nama kereta api?”
“Tidak Nak, kereta itu tidak membawa api tetapi membawa penumpang dan barang.”
“Kenapa tidak diberi nama kereta penumpang atau kereta barang Ayah?”
“Tak tahulah Nak, Ayah tidak mengerti.”
“Begini
saja Nak, liburan nanti Ayah ajak kamu ke Ambarawa. Di sana ada musium
kereta api, nanti ada yang bisa menjelaskan dengan jelas asal usul nama
kereta api.”
“Baiklah kalau begitu Yah” sahut anakku.”
Ketika
minggu lalu ada kesempatan anak libur sekolah selama satu minggu karena
semua ruangan kelas dipakai untuk ujian nasional anak-anak kelas 6, aku
pun mengajaknya ke Ambarawa untuk melihat musium kereta api yang pernah
aku janjikan. Dan mengalirlah penjelasan dari petugas tentang kereta api
yang dahulu berbahan bakar uap yang dihasilkan dari pembakaran kayu
dst. Puaslah hati anak saya yang cerewet itu ketika mendapat penjelasan
kenapa diberi nama kereta api dan berkesimpulanlah dia, “Oooo.. ternyata
dulu di kereta api itu memang ada apinya yang digunakan untuk membakar
ketel uap.”
Setelah
puas, kami pun kembali ke Jakarta melalui Stasiun Tawang Semarang dengan
menumpang kereta api Argo Gembus. Mulai kambuhlah penyakit cerewet anak
bengal ini.
“Ayah
kereta ini sudah tidak ada apinya kok masih diberi nama kereta api? Dan
di stasiun tadi kok ada nama PT. Kereta Api Indonesia?”
“Nak, kata
nenek kamu dulu ada pepatah ‘apalah arti sebuah nama’. Jadi tak usahlah
kau risau soal nama. Yang penting tidak diberi nama kereta angin,
kereta kuda atau kereta mayat !. Ketahuilah Nak, bahasa
Indonesia itu sangat kaya dan cepat sekali perkembangannya. Di dalamnya
sering kita jumpai adanya penggabungan dua kata yang membentuk satu
kesatuan yang menimbulkan arti baru yang biasa disebut dengan kata
majemuk. Jadi sebutan kereta api itu sah-sah saja Nak, tak usah kau
tanyakan lagi.”
“Hanya
karena persoalan kata itu kah yang membuatmu risau tentang kereta api
Nak? Atau ada hal lain yang merisaukanmu?” Anakku terdiam tak menjawab.
“Tidurlah Nak, perjalanan masih jauh, kau pasti sangat lelah dan perlu istirahat” aku berbisik sambil memeluknya.
Dalam hati
saya pun bersyukur, tidak mengajak anak saya naik kereta api yang
bertarif lebih rendah. Kalau itu saya lakukan, anak saya pasti akan
bertanya: “Ayah kereta api itu ternyata pesing, kenapa tidak diberi nama
kereta pesing saja?”
*****
Kami pun sampai kembali di Jakarta dan berganti naik KRL Jabotabek. “Ini kereta api apa lagi Ayah? Kereta api listrik ya Yah?”
“Bukan Nak, ini Kereta Rel Listrik. Kereta ini sekarang dikenal bernama KA Commuter Jabodetabek”.
“Wah orang-orang harus hati-hati ya Yah, jangan sampai menginjak rel kereta ini karena ada listriknya yang bisa nyetrum!”
“Sudah lah
Nak, jangan banyak tanya kereta api lagi. Ingat ya Nak, jangan sampai
kamu punya cita-cita jadi Masinis atau sopir kereta api! Kasihan kau
nanti karena akan sering dijadikan kambing hitam kalau terjadi
kecelakaan. Apapun bentuk kecelakaannya, human error masinislah
alasan pastinya. Gaji masinis juga kecil Nak, sungguh berbeda dengan
gaji para pilot pesawat terbang, padahal tanggung jawabnya tidak kalah
berat dari pilot Nak. Bahkan kalau dilihat dari jumlah penumpang yang
diangkut dan harus dijamin keselamatannya, penumpang kereta api justru
jauh lebih banyak. Tidak Nak, Ayah tak ingin kau berada disitu karena
selama negeri ini masih mengabaikan kereta api maka tak ada gunanya kamu
bekerja di situ. Sekarang tidurlah lagi Nak, masih ada waktu untuk
istirahat sampai stasiun tempat kita turun nanti.”
Aku peluk
tubuh anakku, sekedar menenangkan supaya cepat tidur dan melindunginya
dari benturan barang bawaan penumpang lainnya. Maafkan Ayah Nak, banyak
hal yang belum Ayah ceritakan kepadamu, ucapku dalam hati. Ayah tidak
cerita tentang panjang rel kereta api dan infrastruktur lainnya yang
terus berkurang juga tidak cerita tentang masa muda kakekmu dulu dan
kawan-kawannya yang sangat bangga dikirim oleh Presiden Soekarno untuk
belajar tentang kereta api di salah satu negara Eropa Timur. Kebanggaan
kakek yang pada akhirnya menjadi penyesalan panjang karena tidak sempat
menerapkan keahliannya untuk membangun perkeretaapian negeri ini sampai
beliau meninggal.
Nak, Ayah
tadi membaca koran bekas bungkus makanan, ternyata dalam kurun waktu 61
tahun panjang rel mengalami penyusutan mencapai 41%!. Jika pada 1939 rel
yang dibangun Belanda adalah sepanjang 6.811 kilometer, pada 2000 hanya
tersisa 4.030 km (Sumber: Media Indonesia). Itu data sepuluh tahun yang
lalu Nak, tahun 2010 entah sudah berkurang berapa kilometer
lagi. Selain rel, infastruktur kereta api lainnya - yang sebagian besar
adalah peninggalan Belanda - juga banyak mengalami penurunan. Dalam hal
stasiun kereta api misalnya, pada tahun 1955 jumlah stasiun yang ada
mencapai 1.516 buah. Dalam kurun waktu 50 tahun, jumlah stasiun
berkurang hingga tinggal 571 stasiun.
Kenapa
Ayah tidak menceritakan fakta ini kepadamu? Ayah tidak ingin mendengar
kamu bertanya, “Yah, kenapa Belanda lebih memperhatikan pembangunan
kereta api untuk negara jajahannya daripada pemerintah Republik
Indonesia untuk rakyatnya?” Kalau kamu menanyakan hal itu, Ayah harus
menjawab apa Nak?
Aku
pandangi wajah anakku yang tertidur pulas sambil tersenyum. Mungkin dia
sedang bermimpi menjadi Presiden Sepur, presiden negeri ini yang perduli
terhadap kereta api. Presiden yang mempunyai cita-cita dapat
menghubungkan negara-negara ASEAN menggunakan kereta api. Presiden yang
ingin menghubungkan Malaysia, Singapura, Pulau Sumatra, Pulau Jawa,
Pulau Madura dan Pulau Bali serta menghubungkan seluruh daerah di Pulau
Kalimantan yang di dalamnya terdapat negara Brunai, Malaysia dan
Indonesia semuanya dengan sarana transportasi kereta api.
Nak, kalau
kamu sedang bermimpi menjadi Presiden Sepur, lengkapilah mimpimu dengan
mimpi tentang sumber energi dalam negeri yang sekarang telah terkuras
untuk memenuhi energi negara lain. Sebagai presiden kamu harus berani
menghentikan ekspor energi mentah yang selama ini dilakukan negeri ini.
Ini penting Nak, supaya kamu bisa membangun kereta api dengan sumber
tenaga yang berbahan bakar murah dan selalu tersedia dalam jangka
panjang.
Lengkapi
pula mimpimu itu dengan mimpi membangun pabrik baja yang besar dan kuat
Nak. Sebagai presiden kamu harus berani membeli kembali saham pabrik
baja kita yang sebagian sudah terlanjur dijual. Ini penting Nak, supaya
negeri ini bisa membuat kereta api dan relnya dari bahan baku yang
dihasilkan sendiri sehingga tidak tergantung dengan negara lain. Selain
itu, dengan menguasai sumber bahan baku baja dan memiliki pabrik
pengolahannya maka negeri ini juga akan bisa membuat kapal
laut yang besar dan bisa pula membuat pesawat terbang seperti yang dulu
dibuat oleh IPTN (PT. DI). Negeri ini adalah negeri yang sangat besar
dan memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak Nak, sehingga perlu
sarana transportasi yang banyak pula untuk memobilisasi penduduk dan
barang-barang. Untuk menjaga keamanan negeri kita yang besar ini tentu
memerlukan tentara dan perlengkapannya yang memadai Nak. Dengan
penguasaan atas industri baja maka memungkinkan kita bisa memproduksi berbagai peralatan militer di dalam negeri.
Jangan
lupa Nak, sebagai presiden kamu bersumpah akan mencerdaskan kehidupan
bangsa ini. Sebagai salah satu perwujudan dari sumpahmu itu kamu harus
membangun Universitas Internasional Sepur Indonesia! Ini penting Nak,
supaya rakyat negeri ini bisa menjadi rakyat yang cerdas sehingga bisa
membuat dan mengelola sendiri perkeretaapian nasional tanpa tergantung
dengan rakyat negara lain. Kalau kita mempunyai sekolah perkeretaapian
yang maju maka negara pasti akan lebih efisien lagi karena tak perlu
mengalokasikan anggaran studi banding belajar kereta api ke luar negeri
untuk para pejabat dan para wakil rakyat.
Di atas
itu semua Nak, sebagai presiden kamu harus berjanji kepada rakyatmu
untuk tidak menjual perusahaan yang mengelola kereta api itu kepada
pihak manapun. Biarlah seluruh rakyat negeri ini yang memilikinya. Tidak
sepantasnyalah kamu memperlakukan nama Indonesia yang disandang
perusahaan kereta api itu sama seperti merk dagang yang layak
diperdagangkan. Nama Indonesia tidak sama dengan nama perusahaan penjual
ayam goreng kegemaranmu, ingatlah itu Nak!
*sumber: http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/04/27/cerita-tukang-ojek-tentang-kereta-api-ii-mimpi-anakku-tentang-kereta-api/#*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar