detik.com, 1 Apr 2013 - Jakarta
- Sampai hari ini Kereta Rel Listrik Jabodetabek (KRLJ) atau kereta
komuter Jabodetabek masih menjadi angkutan umum andalan dari sekitar 400
ribu warga Jabodetabek setiap hari untuk beraktivitas, seperti bekerja,
berdagang, bersekolah dan beraktivitas lainnya di Jakarta dan kembali
lagi ke rumah masing-masing di Jabodetabek.
Semakin parah dan tak kunjung teratasinya kemacetan di wilayah DKI Jakarta, membuat angkutan kereta komuter menjadi andalan satu-satunya bagi masyarakat Jabodetak. Sayangnya Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkereretaapian (DJKA), Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Kabupaten Bogor, Bekasi, Tangerang serta Pemerintah Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) masih kurang peduli.
Akibatnya PT KAI dan anak Perusahaan Kereta Commuter Jakarta (KCJ) harus berjibaku sendiri memperbaiki layanan kereta Komuter Jabodetabek. Tidak saja dalam mengandapi publik yang semakin kritis tetapi juga dalam membiayai pembenahan sarana dan prasarana KRLJ, seperti perawatan dan perbaikan signal, sistem ticketing, wesel, rel, rolling stocks (kereta), stasiun dan sebagainya.
Program perbaikan sarana dan prasarana KRLJ demi peningkatan keselamatan dan kenyamanan konsumen sering tidak dipahami oleh publik di wilayah beroperasinya KRLJ. Isu yang sering diangkat untuk menghalangi perbaikan yang dilakukan oleh PT KAI/KCJ berkisar seputar tarif dan pelayanan yang dikaitkan dengan daya beli atau kemiskinan, termasuk masalah rencana penghapusan KRLJ Ekonomi non AC pada 1 April 2013 yang tidak pernah ada. Sayangnya media juga tak kunjung paham sehingga membuat program perbaikan sering terhambat.
Untuk itu tanpa ada maksud dan pretensi apapun, termasuk membela PT KAI/KCJ, penulis yang selama ini mengamati persoalan KRLJ Ekonomi baik di tingkat regulasi maupun operasi di lapangan, ingin memberikan sumbang saran terkait persoalan yang sebenarnya terjadi dan bagaimana seharusnya kita semua bersikap supaya layanan KRLJ meningkat. Lalu apa betul KRLJ Ekonomi mau dihapus ?
Persoalan KRLJ Ekonomi
Saat ini ada 48 rangkaian KRLJ termasuk 9 rangkaian KRL Ekonomi non AC yang dioperasikan oleh PT KAI/KCJ. KRLJ Ekonomi non AC ini sudah banyak yang sangat tua (beroperasi mulai 1974) dan tidak laik jalan lagi. Saat ini ada 1 rangkaian lintas Bekasi dan 1 rangkaian lintas Serpong yang harus segera dipensiunkan karena kondisinya sudah tidak laik jalan dan membahayakan keselamatan manusia. Jadi tidak benar PT KAI/KCJ akan menghapuskan segera per 1 April 2013 seluruh KRLJ Ekonomi non AC seperti yang di protes oleh publik minggu lalu.
Sebagai gambaran, dalam tahun 2012 telah terjadi 1.226 kali KRLJ Ekonomi non AC mogok dan sekali mogok akan menggangu 4 perjalanan kereta api lain. Jadi bisa dibayangkan berapa kerugian publik dan PT KAI/KCJ ? Sangat besar karena keterlambatan yang diakibatkan oleh tidak laik jalannya KRLJ Ekonomi non AC.
Biaya perawatan KRLJ Ekonomi non AC besarnya 3 x dari KRLJ AC. Biaya ini mahal karena suku cadang untuk KRLJ Ekonomi non AC sudah tidak ada di pasaran manapun (harus dipesan khusus). Mau kanibal sudah habis dan mau beli baru juga sudah tidak ada yang membuat, kecuali beli KRL AC tetapi dilepas ACnya. Untuk melepas AC juga butuh biaya mahal.
Langkah Penanganan dari Sisi Operator dan Regulator
Dari sisi operator, PT KAI/KCJ dipastikan dengan senang hati akan mengoperasikan terus KRLJ Ekonomi non AC dengan tarif maksimum Rp. 2.000/orang, jika Pemerintah melalui APBN memberikan subsidi sebesar Rp. 7.000/orang karena tarif keekonomiannya saat ini Rp. 9.000/orang. Langkah sesuai perintah Pasal 153 ayat (1), UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Namun dalam pelaksanaannya tidk dipenuhi oleh DJKA.
Jika subsidi termasuk dana perawatan sarana dan prasarana (IMO) tidak dipenuhi, menurut saya wajar jika PT KAI/KCJ dengan segala resiko yag harus dihadapi memberhentikan operasi KRLJ Ekonomi non AC secara bertahap secepatnya. Apalagi dengan munculnya Perpres No. 83 tahun 2011 tentang Penugasan Kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) Untuk Menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi, langkah PT KAI/KCJ sudah benar.
Permintaan DJKA dan Menko Perekonomian untuk menunda penghapusan KRLJ Ekonomi non AC, menurut saya asal bunyi (asbun) dan melanggar UU 23 tahun 2007. Apa yang harus ditunda karena memang tidak ada yang akan menghapuskan KRLJ Ekonomi non AC per 1 April 2013. Hanya yang sudah tidak laik jalan akan di pensiun dan setiap rangkaian KRLJ Ekonomi non AC yang diopensiun akan digantikan dengan 2 rangkaian KRL AC. Sepertinya ada yang berusaha memancing di air keruh untuk maksud-maksud buruk dengan membuat hoax penghapusan KRLJ Ekonomi non AC per 1 April 2013.
Bukan tugas operator KRLJ untuk membuat rakyat makmur dan mampu naik KRLJ AC dengan membayar Rp. 9.000/orang. Itu tugas Pemerintah memakmurkan rakyat. Jangan supaya terkesan Pemerintah berpihak pada rakyat miskin/kecil, lalu ikut menghalangi upaya memperbaiki layanan publik yang dilakukan oleh PT KAI/ KCJ.
Pencitraan Pemerintah sudah basi, rakyat perlu aksi nyata. Kalau sampai terjadi kecelakaan dengan banyak korban karena KRLJ Ekonomi non AC sudah usang, apakah Pemerintah dan DPR mau bertanggungjawab ? Dijamin tidak. Jika sampai ada kecelakaan KRLJ Ekonomi non AC, dijamin semua pihak akan menghujat operator. Gampang bukan?
Sebagai penutup, saya tujukan kepada Presiden SBY yang tetap keras kepala menggelontorkan hampir 30% APBN untuk subsidi BBM dan listrik yang tidak tepat sasaran kecuali sasaran politik. Suatu kebodohan besar subsidi yang tidak tepat sasaran diteruskan, sementara subsidi untuk rakyat kecil, seperti subsidi untuk penumpang KRLJ Ekonomi non AC ini tidak dipenuhi.
AGUS PAMBAGIO
(Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen).
Semakin parah dan tak kunjung teratasinya kemacetan di wilayah DKI Jakarta, membuat angkutan kereta komuter menjadi andalan satu-satunya bagi masyarakat Jabodetak. Sayangnya Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkereretaapian (DJKA), Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Kabupaten Bogor, Bekasi, Tangerang serta Pemerintah Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) masih kurang peduli.
Akibatnya PT KAI dan anak Perusahaan Kereta Commuter Jakarta (KCJ) harus berjibaku sendiri memperbaiki layanan kereta Komuter Jabodetabek. Tidak saja dalam mengandapi publik yang semakin kritis tetapi juga dalam membiayai pembenahan sarana dan prasarana KRLJ, seperti perawatan dan perbaikan signal, sistem ticketing, wesel, rel, rolling stocks (kereta), stasiun dan sebagainya.
Program perbaikan sarana dan prasarana KRLJ demi peningkatan keselamatan dan kenyamanan konsumen sering tidak dipahami oleh publik di wilayah beroperasinya KRLJ. Isu yang sering diangkat untuk menghalangi perbaikan yang dilakukan oleh PT KAI/KCJ berkisar seputar tarif dan pelayanan yang dikaitkan dengan daya beli atau kemiskinan, termasuk masalah rencana penghapusan KRLJ Ekonomi non AC pada 1 April 2013 yang tidak pernah ada. Sayangnya media juga tak kunjung paham sehingga membuat program perbaikan sering terhambat.
Untuk itu tanpa ada maksud dan pretensi apapun, termasuk membela PT KAI/KCJ, penulis yang selama ini mengamati persoalan KRLJ Ekonomi baik di tingkat regulasi maupun operasi di lapangan, ingin memberikan sumbang saran terkait persoalan yang sebenarnya terjadi dan bagaimana seharusnya kita semua bersikap supaya layanan KRLJ meningkat. Lalu apa betul KRLJ Ekonomi mau dihapus ?
Persoalan KRLJ Ekonomi
Saat ini ada 48 rangkaian KRLJ termasuk 9 rangkaian KRL Ekonomi non AC yang dioperasikan oleh PT KAI/KCJ. KRLJ Ekonomi non AC ini sudah banyak yang sangat tua (beroperasi mulai 1974) dan tidak laik jalan lagi. Saat ini ada 1 rangkaian lintas Bekasi dan 1 rangkaian lintas Serpong yang harus segera dipensiunkan karena kondisinya sudah tidak laik jalan dan membahayakan keselamatan manusia. Jadi tidak benar PT KAI/KCJ akan menghapuskan segera per 1 April 2013 seluruh KRLJ Ekonomi non AC seperti yang di protes oleh publik minggu lalu.
Sebagai gambaran, dalam tahun 2012 telah terjadi 1.226 kali KRLJ Ekonomi non AC mogok dan sekali mogok akan menggangu 4 perjalanan kereta api lain. Jadi bisa dibayangkan berapa kerugian publik dan PT KAI/KCJ ? Sangat besar karena keterlambatan yang diakibatkan oleh tidak laik jalannya KRLJ Ekonomi non AC.
Biaya perawatan KRLJ Ekonomi non AC besarnya 3 x dari KRLJ AC. Biaya ini mahal karena suku cadang untuk KRLJ Ekonomi non AC sudah tidak ada di pasaran manapun (harus dipesan khusus). Mau kanibal sudah habis dan mau beli baru juga sudah tidak ada yang membuat, kecuali beli KRL AC tetapi dilepas ACnya. Untuk melepas AC juga butuh biaya mahal.
Langkah Penanganan dari Sisi Operator dan Regulator
Dari sisi operator, PT KAI/KCJ dipastikan dengan senang hati akan mengoperasikan terus KRLJ Ekonomi non AC dengan tarif maksimum Rp. 2.000/orang, jika Pemerintah melalui APBN memberikan subsidi sebesar Rp. 7.000/orang karena tarif keekonomiannya saat ini Rp. 9.000/orang. Langkah sesuai perintah Pasal 153 ayat (1), UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Namun dalam pelaksanaannya tidk dipenuhi oleh DJKA.
Jika subsidi termasuk dana perawatan sarana dan prasarana (IMO) tidak dipenuhi, menurut saya wajar jika PT KAI/KCJ dengan segala resiko yag harus dihadapi memberhentikan operasi KRLJ Ekonomi non AC secara bertahap secepatnya. Apalagi dengan munculnya Perpres No. 83 tahun 2011 tentang Penugasan Kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) Untuk Menyelenggarakan Prasarana dan Sarana Kereta Api Bandar Udara Soekarno-Hatta dan Jalur Lingkar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi, langkah PT KAI/KCJ sudah benar.
Permintaan DJKA dan Menko Perekonomian untuk menunda penghapusan KRLJ Ekonomi non AC, menurut saya asal bunyi (asbun) dan melanggar UU 23 tahun 2007. Apa yang harus ditunda karena memang tidak ada yang akan menghapuskan KRLJ Ekonomi non AC per 1 April 2013. Hanya yang sudah tidak laik jalan akan di pensiun dan setiap rangkaian KRLJ Ekonomi non AC yang diopensiun akan digantikan dengan 2 rangkaian KRL AC. Sepertinya ada yang berusaha memancing di air keruh untuk maksud-maksud buruk dengan membuat hoax penghapusan KRLJ Ekonomi non AC per 1 April 2013.
Bukan tugas operator KRLJ untuk membuat rakyat makmur dan mampu naik KRLJ AC dengan membayar Rp. 9.000/orang. Itu tugas Pemerintah memakmurkan rakyat. Jangan supaya terkesan Pemerintah berpihak pada rakyat miskin/kecil, lalu ikut menghalangi upaya memperbaiki layanan publik yang dilakukan oleh PT KAI/ KCJ.
Pencitraan Pemerintah sudah basi, rakyat perlu aksi nyata. Kalau sampai terjadi kecelakaan dengan banyak korban karena KRLJ Ekonomi non AC sudah usang, apakah Pemerintah dan DPR mau bertanggungjawab ? Dijamin tidak. Jika sampai ada kecelakaan KRLJ Ekonomi non AC, dijamin semua pihak akan menghujat operator. Gampang bukan?
Sebagai penutup, saya tujukan kepada Presiden SBY yang tetap keras kepala menggelontorkan hampir 30% APBN untuk subsidi BBM dan listrik yang tidak tepat sasaran kecuali sasaran politik. Suatu kebodohan besar subsidi yang tidak tepat sasaran diteruskan, sementara subsidi untuk rakyat kecil, seperti subsidi untuk penumpang KRLJ Ekonomi non AC ini tidak dipenuhi.
AGUS PAMBAGIO
(Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar