Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Samarang-Tanggung,
yang kemudian pada tanggal 10
Februari 1870
dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat
investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan,
kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh
dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km,
tahun 1880
mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi
3.338 km.
Perkembangan
di luar Jawa
Selain di Jawa,
pembangunan rel KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan
tahun 1922
di Sulawesi
juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal
1 Juli
1923,
sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan,
meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian
juga di pulau Bali
dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan
jalan KA.
Pendudukan Jepang
Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 km.
Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang
lebih 901 km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang
dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA
di sana.
Jenis jalan rel KA di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1.067
mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota.
Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943)
sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan
Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220
km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang
seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya
selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya
adalah Romusha.
Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras
arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang
Muaro - Pekanbaru.
Setelah kemerdekaan Indonesia
diproklamirkan pada tanggal 17
Agustus 1945,
karyawan KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA)
mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa
bersejarah yang terjadi pada tanggal 28
September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan
sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28
September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa
Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan
urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya
28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta
dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI).
Sejarah perkeretaapian
Indonesia 1875-1925
Latar belakang
Kereta api pertama di Indonesia dibangun tahun 1867 di Semarang
dengan rute Semarang - Tanggung yang berjarak 26 km oleh NV. NISM
(Nederlands Indische Spoor Maatschapij) dengan lebar jalur 1435 mm
(lebar jalur SS - Staats Spoor adalah 1040 mm atau yang sekarang
dipakai), atas permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer di
Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang. Kemudian dalam melayani
kebutuhan akan pengiriman hasil bumi dari Indonesia, maka Pemerintah
Kolonial Belanda sejak tahun 1876 telah membangun berbagai jaringan
kereta api, dengan muara pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan
Tanjung Perak Surabaya. Semarang meskipun strategis, tetapi tidak ada
pelabuhannya untuk barang, sehingga barang di kirim ke Batavia atau
Soerabaja.
Gambaran keadaan kereta api di Indonesia pada masa djaman doeloe
perlu dilestarikan, sehingga generasi mendatang bisa menghayati dan
betapa pentingnya pembangunan kereta api. Memang pada masa itu nama kereta
api sudah tepat, karena kereta dijalankan dengan api dari
pembakaran batu bara atau kayu. Sedangkan sekarang sudah memakai diesel
atau listrik, sehingg lebih tapat kalau disebut kereta rel,
artinya kereta yang berjalan di atas rel dengan diesel ataupun listrik. i
Informasi tahun 1875 - 1925 mungkin sudah susah dijumpai di
perpustakaan, oleh sebab itu uraian ini sangat tepat dan perlu
diinformasikan kepada generasi muda.
Jaringan rel
Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap,
yaitu:
- 1875 - 1888,
- 1889 - 1899,
- 1900 - 1913
- 1914 - 1925.
Jaringan setelah
tahun 1875 hingga tahun 1888
Pembangunan Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel
adalah 1876, berupa jaringan pertama di Hindia Belanda, antara Tanggung
dan Gudang di Semarang pada tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu
mulai dibangun lintas Semarang - Gudang. Pada tahun 1880 dibangun lintas
Batavia (Jakarta) - Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km, kemudian
dilanjutkan ke Cicalengka melalui Cicurug - Sukabumi - Cibeber - Cianjur
- Bandung.
Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan
dengan lintas Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan
juga lintas Jogya - Magelang.
Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:
- Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung - Cicalengka
- Batavia - Tanjung Priok dan Batavia - Bekasi
- Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo - Surabaya
- Kertosono - Kediri - Blitar
- Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan - Probolinggo
- Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang - Rembang
- Tegal - Balapulang
Jaringan setelah
tahun 1889 hingga tahun 1899
Hingga tahun 1899 jaringan rel terbangun adalah:
- Djogdja - Tjilatjap
- Soerabaja - Pasoeroean - Malang
- Madioen - Solo
- Sidoardjo - Modjokerto
- Modjokerto - Kertosono
- Kertosono - Blitar
- Kertosono - Madioen - Solo
- Buitenzorg (Bogor) - Tjitjilengka
- Batavia - Rangkasbitung
- Bekasi - Krawang
- Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
- Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
- Yogya - Magelang
- Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
- Sebagian jalur Madura
Jaringan setelah
tahun 1899 hingga tahun 1913
Hingga tahun 1913 jaringan rel terbangun adalah:
- Rangkasbitung - Labuan dan Rangkasbitung - Anyer
- Krawang - Cirebon dan Cikampek - Bandung
- Pasuruan - Banyuwangi
- Seluruh jaringan Madura
- Blora - Bojonegoro - Surabaya
Jaringan setelah
tahun 1813 hingga tahun 1925
Hingga tahun 1925 jaringan rel terbangun adalah:
- Sisa jalur Pulau Jawa
- Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung Priok
- Elektrifikasi Batavia - Bogor:
- Sumatera Selatan: Panjang - Palembang dan
- Sumatera Barat: sekitar Sawahlunto dan Padang
- Sumatera Utara: Tanjung Balai - Medan - Pematangsiantar; dan Medan - Belawan - Pangkalansusu.
- Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana Makasar - Maros - Sinkang
- Sulawesi Utara: rencana Manado - Amurang
- Kalimantan: rencana Banjarmasin - Amuntai; dan rencana Pontianak - Sambas. Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus.
Masa
Pembangunan Stasiun
Berikut daftar stasiun besar:
- Stasiun Karanganyar - 1875
- Stasiun Jakarta Kota - diresmikan 1929
- Stasiun Tanjung Priok - 1914
- Stasiun Gambir (dulu Weltevreden) - 1914
- Stasiun Jatinegara (dulu Meester Cornelis)
- Stasiun Manggarai - 1969
- Stasiun Pasar Senen - 1916
- Stasiun Cikampek - 1894
- Stasiun Bogor - 1880
- Stasiun Bandung - 1887
- Stasiun Yogyakarta - 1887
- Stasiun Solo Balapan - 1876
- Stasiun Semarang Tawang - 1873
- Stasiun Cirebon - 1920
- Stasiun Madiun - 1897
- Stasiun Purwokerto - 1922
- Stasiun Malang - 1941
- Stasiun Surabaya Kota - 1878 dan renovasi 1911
- Stasiun Surabaya Gubeng - 1913
- Stasiun Pasar Turi - 1938
Jaringan kereta
listrik Batavia - Buitenzorg 1918
Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas
Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan
kereta listrik hanya ada di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang
dibangun tahun 1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat
ke Meester Cornelis (Jatinegara) ke Tandjoeng Priok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar